Sertifikasi Guru?, Maybe Yes, Maybe No...
Bak petir disiang bolong saat sebuah kebijakan atau lebih pantas dibilang sebuah penghargaan pemicu pengharapan diketuk palu diperuntukkan bagi insan-insan pendidik bangsa, yaitu sertifikasi.
Apa itu sertifikasi? Undang Undang RI No 20 Tahun 2003, Undang Undang RI Nomor 14 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 mangamanatkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, serifikat pendidik, sehat jasmani dan rokhani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Guru harus memenuhi persyaratan kualifikasi akademik yaitu berpendidikan serendah rendahnya S1/DIV yang dibuktikan dengan ijazah sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal ditempat penugasan. Persyaratan kompetensi guru mencakup penguasaan kompetensi paedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi.
Menurut Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah, serta dikoordinasikan Konsorsium Sertifikasi Guru ( KSG ). Unsur KSG itu sendiri terdiri dari LPTK, Ditjen DIKTI, dan Ditjen PMTK. Pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam jabatan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk portofolio, yang merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian tarhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru. Komponen penilaian portofolio mancakup : kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembang profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Harapan kedepan, dengan adanya sertifikasi guru ini maka mutu guru dapat meningkat dibarengi dengan meningkatnya kesejahteraan guru, dan diharapkan pula dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteraan guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik, baik guru berstatus Pegawai Negeri Sipil maupun non-Pegawai Negeri Sipil. Hebat kan !
Jika kita melirik pada negara tetangga, semisal Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Denmark sertifikasi guru telah dilakukan secara ketat. Sementara itu di nageri ginseng Korea Selatan dan di negara Singapura, sertifikasi guru tidak dilakukan. Akan tetapi, pemerintah setempat melakukan kebijakan lain berupa kendali mutu dengan mengontrol secara ketat terhadap proses pendidikan dan kelulusan di lembaga penghasil guru. Namun semua itu tetap mengarah pada satu tujuan, yaitu upaya menghasilkan guru yang bermutu dan berkualitas guna menunjang peningkatan mutu pendidikan.
Apa yang terjadi di Indonesia? Dua sorotan tajam selalu tertuju pada mutu pendidikan, juga terhadap kesejahtaraan pendidik di Indonesia. Dalam sebuah seation Lomba Film Dokumenter yang dilakukan oleh salah satu stasiun televisi belum lama ini, kita dapat melihat sample realita kehidupan dunia pendidikan kita atau lebih luas lagi kehidupan aparatur di negara kita. Ada beberapa film dokumenter yang patut kita kaji, “ Suster Terapung “ misalnya, yang menggambarkan situasi dunia pelayanan kesehatan dalam keterbatasan sarana dan prasarana. “ Kepala Sekolahku Seorang Pemulung “, film ini berisi tentang sebuah dokumen yang menggambarkan seorang Kepala Sekolah berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dengan bekerja sambilan sebagai seorang pemulung yang ternyata penghasilannya sebagai pemulung jauh diatas gajinya sebagi seorang Kepala Sekolah. Ada lagi film “ Ketika Sang Saka Tak Lagi Berkibar “, yang menggambarkan jauhnya perbedaan fasilitas pendidikan kita dengan Malaysia. Disana fasilitas Mess atau tempat tinggal sudah disediakan untuk sekolah setingkat Taman Kanak-kanak, dan masih banyak lagi contoh-contoh dokumenter lainnya sebagai kacamata penelusur kehidupan aparatur dan permasalahannya di negeri kita ini.
Apakah kondisi ini yang memicu pemerintah untuk mengetuk palu menggulirkan sertifikasi? Maybe Yes, Maybe No. Why? Karena kesejahteraan pendidik bukan finish akhir dari sertifikasi. Kesejahteraan yang ditawarkan kepada guru yang telah lolos sertifikasi harus dibayar mahal dengan peningkatan prestasi profesi untuk mendongkrak mutu dan kualitas pendidikan. Kesejahteraan pendidik merupakan metabolish terciptanya mutu pendidikan. Sertifikasi bukan hanya membuat heboh guru berlomba mencari komponen portofolio sebagai penunjang meraih sertifikat pendidik, tetapi bagaimana komponen tersebut mampu mengangkat nilai profesional pendidik itu sendiri. Dengan kata lain, dengan meningkatnya profesional pendidik maka diharapkan pendidik tersebut mampu mengaplikasikan dan menumbuh-kembangkan pendidikan.
Entah karena fenomena tuntutan profesi atau tergoda iming-iming kesejahteraan, banyak guru dari berbagai jenjang dan satuan pendidikan berlomba memburu skor pemenuhan standar batas kelulusan yaitu sebesar 850 atau 57 % dari perkiraan skor maksimum. Baik usaha pemenuhan kualifikasi akademik dengan melanjutkan sekolah ke Diploma IV / S1, ikut serta dalam berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, usaha meraih prestasi akademik baik berupa lomba maupun karya akademik, usaha menciptakan sebuah karya yang menunjukkan adanya upaya dan hasil pengembangan profesi untuk pemenuhan komponen karya pengembang profesi, berpartisipasi dalam kegiatan ilmiah yang relevan dengan bidang tugasnya, berusaha mencari pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan, maupun usaha meraih penghargaan yang diperoleh atas dedikasi yang baik dalam melaksanakan tugas dan memenuhi kriteria kuantitatif, kualitatif, dan relevansi dengan bidang pendidikan. Semua dimaksudkan untuk memenuhi standar nilai kompetensi guru dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai agen pembelajaran.
Apakah serangkaian kegiatan pemenuhan standar kelulusan tersebut mampu meningkatkan profesional guru hingga mampu meningkatkan mutu pendidikan kita? Maybe Yes, Maybe No.
Sudah banyak teman-teman guru yang lulus mandapatkan sertifikat pendidik dan berhak mendapatkan penghargaan tunjangan kendati pemberian penghargaan tersebut belum juga masuk ke rekening sesuai atruan yang berlaku, akan tetapi kita sudah dapat mengambil sample guna menilai populasi obyek kebijakan pemerintah menggulirkan progam pengendali mutu pendidikan di Indonesia melalui sertifikasi. Mungkin terlalu pagi, tetapi dari para pemegang sertifikat pendidik itulah kita dapat mengevaluasi leanding dari sertifikasi, tanpa mengesampingkan aktor-aktor pendidikan lainnya. Semoga kebijakkan ini mampu disikapi secara arif oleh semua pihak, agar bendera kecerdasan bangsa mampu berkibar sejajar dengan bangsa lain sebagai salah satu pilar atribut pembangunan bangsa, Maybe Yes, Maybe No.
Sunday, May 4, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment